Beranda | Artikel
Hukum Menggunakan KIS (Kartu Indonesia Sehat)
Kamis, 8 Juni 2017

Hukum Menggunakan KIS (Kartu Indonesia Sehat)

Bagaimana hukum menggunakan kartu KIS (Kartu Indonesia Sehat), program terbaru dari pemerintah?

Dari: Sh_118

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kartu Indonesia Sehat (KIS) adalah kartu identitas peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. – http://www.bpjs-kis.info

Meskipun tidak semua pemegang KIS mendapatkan fasilitas kesehatan gratis, tapi kebanyakan peserta KIS adalah warga kurang mampu penyandang masalah kesejahteraan sosial. Sehingga umumnya mereka mendapat fasilitas kesehatan gratis.

Kita fokuskan untuk KIS sebagai layanan kesehatan gratis dari pemerintah untuk masyarakat yang kurang mampu.

Apakah kartu ini boleh digunakan?

Jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah secara cuma-cuma, tidak lepas dari kondisi gharar (ketidak-jelasan). Karena tidak ada manusia yang bisa memastikan kebutuhan jaminan kesehatan itu. Sehingga jaminan kesehatan  yang diberikan pemerintah ukurannya tidak jelas. Bagi peserta KIS yang sering sakit, akan mendapat dana kesehatan lebih banyak dari pemerintah dibanding peserta yang jarang sakit.

Hanya saja, ada satu kondisi yang perlu kita perhatikan, bahwa gharar dalam KIS sifatnya gratis. Dalam arti, peserta KIS yang jarang sakit, tidak akan merasa dirugikan karena tidak mendapat banyak dana kesehatan. Meskipun kondisinya tidak jelas, namun tidak ada yang dirugikan. Inilah yang disebut dengan gharar akad tabarru’at (sosial).

Ulama berbeda pendapat mengenai gharar dalam akad tabarru’at (akad sosial).

Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah dibolehkan. Sebagaimana yang dinyatakan dalam madzhab Malikiyah ketika membahas hibah al-majhul (pemberian Cuma-Cuma untuk objek yang tidak jelas). Ibnu Rusyd mengatakan,

أن هبة المجهول جائزة كما يجوز رهنه لجواز رهن الغرر

Bahwa hibah majhul dibolehkan. Sebagaimana bolehnya gadai barang yang majhul, karena boleh menggadaikan gharar. (al-Bayan wa at-Tahshil, 13/462).

Pendapat ini juga yang dinilai lebih kuat oleh Syaikhul Islam (al-Fatawa al-Kubro, 5/434) dan pendapat Ibnul Qoyim (I’lamul Muwaqqi’in, 2/28).

Diantara dalilnya adalah hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada beliau,

لَوْ قدْ جاءَ مالُ البَحْرَيْنِ قَدْ أعْطَيْتُكَ هَكَذَا وهَكذَا

“Jika harta kekayaan Bahrain berhasil dikuasai, akan kuberikan kepadamu harta sekian.”

Sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, wilayah Bahrain belum berhasil dikuasai. Ketika Bkaahrain dikuasai di zaman Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, beliau mengumumkan ke para sahabat,

منْ كانَ لَهُ عِنْدَ النبيِّ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم عِدَةٌ أوْ دَيْنٌ فَلْيَأْتِنَا فأتَيْتُهُ

Siapa yang punya utang janji dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau utang beliau, silahkan menghadap kami, akan kami penuhi.

Kemudian Jabir menyampaikan pernyataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Abu Bakr mengambil satu cakupan kepadaku. Ketika kuhitung, ternyata jumlahnya 500 dirham.

Abu Bakr juga mengatakan,

“Silahkan ambil lagi semisal ini…” (HR. Bukhari 2296)

Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan sesuatu kepada Jabir, dalam bentuk pemberian yang ukurannya tidak pasti. Karena itu, pada saat Abu Bakr membayarnya, beliau berikan 1 cakupan, dan tidak menggunakan ukuran. Ini dalil bahwa gharar yang gratis tidak diperhitungkan.

KIS sebagai layanan kesehatan yang diberikan pemerintah sifatnya gratis. Warga tidak ditarik biaya, sehingga kalaupun tidak mendapatkannya, dia tidak merasa dirugikan.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/29619-hukum-menggunakan-kis-kartu-indonesia-sehat.html